Header Ads

Menhub Tayakan Kepada Pihaknya Yang Diinginkan Angkutan Online Setara Dengan Angkutan Yang Sudah Ada

Memasuki masa pemberlakuan Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 yang jatuh pada 1 Juli 2017, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, menyatakan, pihaknya menginginkan angkutan online (angkutan sewa khusus) setara dengan angkutan yang sudah ada.

“Memang angkutan online merupakan suatu keniscayaan. Oleh karenanya, kita ingin angkutan online berdampingan dengan angkutan lain yang sudah ada seperti taksi konvensional, angkot dan bus, dengan suatu kesetaraan,” kata Menhub di Jakarta, Minggu (2/7).

Menhub menjelaskan, sebagai regulator, Kemhub ingin semua pihak baik angkutan online maupun angkutan yang sudah ada, dapat bekerja sama dan saling menghargai untuk melayani masyarakat.

Lebih lanjut, Menhub menyatakan, PM Nomor 26 Tahun 2017 tetap diberlakukan secara efektif mulai tanggal 1 Juli 2017. Namun, kata Budi Karya, pihaknya tidak menutup kemungkinan jika ada revisi di kemudian hari.

“Pasti ada yang merasa menang dan kalah, ada yang merasa enak dan tidak enak, namun demikian kita tetap berlakukan PM Nomor 26 Tahun 2017 per tanggal 1 Juli kemarin, dan akan ada evaluasi dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Namun, kita tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi apabila dirasakan sulit oleh masyarakat. Proses ini kita lakukan secara alamiah,” jelas Budi Karya.

Menhub menambahkan, apabila ada angkutan tertentu misalnya taksi online merasa tersaingi dengan taksi yang lain dalam waktu enam bulan, mereka harus bisa beradaptasi, berkonsolidasi, melakukan perubahan-perubahan terkait model bisnis dan bagaimana mengedukasi sopir.

Tak hanya sopir, kata Menhub, pihaknya juga menekankan agar masyarakat ikut diberikan edukasi. “Masyarakat harus diberikan edukasi bahwa tidak boleh ada stagnansi, tidak boleh ada sesuatu yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, kita sudah sampaikan beberapa ketentuan terkait kuota, tarif batas atas dan bawah, serta kepemilikan kendaraan yang diatur atau diundangkan oleh Negara,” tutup Menhub.

Sebagai informasi, sehubungan dengan telah diterbitkannya PM Nomor 26 Tahun 2017 pada tanggal 1 April 2017, Kemhub meminta semua pihak memperhatikan poin-poin penting dari pemberlakuan aturan tersebut, yakni terkait kuota, tarif batas atas dan batas bawah, serta kepemilikan kendaraan.

Terkait kuota, Kemhub meminta Gubernur atau Kepala Badan yang berwenang berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ditjen Perhubungan Darat untuk mendapatkan rekomendasi.

Sedangkan terkait tarif batas atas dan batas bawah, Kemhub membaginya menjadi 2 wilayah. Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.500 per kilometer (Km) dan batas atas sebesar Rp 6.000 per Km.

Sedangkan wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.700 per Km dan batas atas sebesar Rp 6.500 per Km.

Sementara itu, terkait kepemilikan kendaraan atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3).

Kemhub menetapkan untuk Badan Hukum berbentuk koperasi, di mana bagi anggota koperasi yang memiliki STNK atas nama perorangan masih dapat menggunakan kendaraannya untuk melakukan kegiatan usaha angkutan sewa khusus (ASK) sampai dengan berakhirnya masa berlaku STNK (melakukan balik nama), dengan melampirkan perjanjian kerja sama (PKS) antara anggota koperasi dengan pengurus koperasi.



from HALO DUNIA http://ift.tt/2sxYDzA
via IFTTT

No comments

Memasuki masa pemberlakuan Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 yang jatuh pada 1 Juli 2017, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, menyatakan, pihaknya menginginkan angkutan online (angkutan sewa khusus) setara dengan angkutan yang sudah ada.

“Memang angkutan online merupakan suatu keniscayaan. Oleh karenanya, kita ingin angkutan online berdampingan dengan angkutan lain yang sudah ada seperti taksi konvensional, angkot dan bus, dengan suatu kesetaraan,” kata Menhub di Jakarta, Minggu (2/7).

Menhub menjelaskan, sebagai regulator, Kemhub ingin semua pihak baik angkutan online maupun angkutan yang sudah ada, dapat bekerja sama dan saling menghargai untuk melayani masyarakat.

Lebih lanjut, Menhub menyatakan, PM Nomor 26 Tahun 2017 tetap diberlakukan secara efektif mulai tanggal 1 Juli 2017. Namun, kata Budi Karya, pihaknya tidak menutup kemungkinan jika ada revisi di kemudian hari.

“Pasti ada yang merasa menang dan kalah, ada yang merasa enak dan tidak enak, namun demikian kita tetap berlakukan PM Nomor 26 Tahun 2017 per tanggal 1 Juli kemarin, dan akan ada evaluasi dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Namun, kita tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi apabila dirasakan sulit oleh masyarakat. Proses ini kita lakukan secara alamiah,” jelas Budi Karya.

Menhub menambahkan, apabila ada angkutan tertentu misalnya taksi online merasa tersaingi dengan taksi yang lain dalam waktu enam bulan, mereka harus bisa beradaptasi, berkonsolidasi, melakukan perubahan-perubahan terkait model bisnis dan bagaimana mengedukasi sopir.

Tak hanya sopir, kata Menhub, pihaknya juga menekankan agar masyarakat ikut diberikan edukasi. “Masyarakat harus diberikan edukasi bahwa tidak boleh ada stagnansi, tidak boleh ada sesuatu yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, kita sudah sampaikan beberapa ketentuan terkait kuota, tarif batas atas dan bawah, serta kepemilikan kendaraan yang diatur atau diundangkan oleh Negara,” tutup Menhub.

Sebagai informasi, sehubungan dengan telah diterbitkannya PM Nomor 26 Tahun 2017 pada tanggal 1 April 2017, Kemhub meminta semua pihak memperhatikan poin-poin penting dari pemberlakuan aturan tersebut, yakni terkait kuota, tarif batas atas dan batas bawah, serta kepemilikan kendaraan.

Terkait kuota, Kemhub meminta Gubernur atau Kepala Badan yang berwenang berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ditjen Perhubungan Darat untuk mendapatkan rekomendasi.

Sedangkan terkait tarif batas atas dan batas bawah, Kemhub membaginya menjadi 2 wilayah. Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.500 per kilometer (Km) dan batas atas sebesar Rp 6.000 per Km.

Sedangkan wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.700 per Km dan batas atas sebesar Rp 6.500 per Km.

Sementara itu, terkait kepemilikan kendaraan atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3).

Kemhub menetapkan untuk Badan Hukum berbentuk koperasi, di mana bagi anggota koperasi yang memiliki STNK atas nama perorangan masih dapat menggunakan kendaraannya untuk melakukan kegiatan usaha angkutan sewa khusus (ASK) sampai dengan berakhirnya masa berlaku STNK (melakukan balik nama), dengan melampirkan perjanjian kerja sama (PKS) antara anggota koperasi dengan pengurus koperasi.



from HALO DUNIA http://ift.tt/2sxYDzA
via IFTTT
«
Next

Newer Post

»
Previous

Older Post


No comments:

Leave a Reply

Powered by Blogger.